Rabu, 01 Agustus 2012

Manusia Setelah Ibrahim I

Kata orang arif, kebanyakan Kaum Muslimin dewasa ini maqam ilmu hidupnya 'masih Hindu', ada juga gejala 'sudah Budha' atau bahkan 'sudah Kristen', namun kondisi rata-ratanya adalah 'belum Islam'. Jadi masuk akal kalau pengetahuan mengenai kesempurnaan Islam atau kepamungkasan kenabian Muhammad lebih diterima sebagai dogma gelap dari pada basil internalisasi. Tidak diketahui dan kurang dipelajari oleh kebanyakan Kaum Muslimin tanjakan-tanjakan kwalitatif ilmu kehidupan yang diperankan oleh urutan-urutan '25 aktor' Rasul menuju al-ufuq al-mubin yang bernama Islam. Orang Islam tiap hari berpuluh-puluh kali mengucapkan 'Allahu Akbar' tidak karena takjub oleh setiap terminal penghayatan ilmu, rnelainkan karena "setiap serdadu harus apel di setiap Parade Senja".
Peluang untuk thalabul 'ilmi secara jujur juga makin sempit peluangnya oleh politik misalnya oleh konsep SARA yang ndeso. Tidak populer bagi kita progressi dari 'Adam Balita', 'Nuh TK', 'Ibrahim Remaja', 'Ismail DO', 'Musa Sarjana Anyaran', 'Isa Doktor GR' dan- 'Muhammad Paripurna'. Kita tidak memiliki kebebasan akademik dan tidak bersikap historis terhadap proses pertumbuhan ilmu di bumi, karena agaknya Musa, Isa, Budha, dan Muhammad itu berasal dan hidup untuk planet sendiri-sendiri.
Maka kata orang arif pula makin tak tahulah kita betapa besar dan dahsyat bias-bias sejarah yang termanifestasikan ke dalam pemikiran, ideologi serta segala pekerjaan pembangunan peradaban ummat manusia - yang diakibatkan oleh pemakaian kesadaran pra-Isa di mana Tuhan di Diakan, atau periode Isa di mana Tuhan diAkukan, dan betapa tawaran kreatif Muhammad yang meng EngkauKan Tuhan masih merupakan barang amat iangka.
Mudah-mudahan saya diberi anugerah kesanggupan untuk sedikit menjelaskan apa yang dimaksud oleh orang arif itu.

(bersambung)============>>>>>
loading...

Artikel Terkait

Posting Terbaru