Banyak orang sering mendustai diri mereka sendiri atau menghabiskan waktu dengan sesuatu yang tak mereka sukai, meskipun sedikit sekali dari mereka yang merasa bersalah dengan kebohongan yang mereka lakukan.
Para ilmuwan menemukan bahwa munculnya kesadaran yang tiba-tiba dapat meningkatkan aktivitas di otak. Intinya lebih banyak membutuhkan usaha untuk berbohong daripada berkata jujur.
Namun seseorang yang memiliki kecenderungan psikopat, berbohong dan berkata jujur sama mudahnya. Saat seorang anak menumbuhkan bakat berbohongnya sekitar usia tiga sampai empat tahun – mereka juga mengembangkan kemampuan untuk berempati.
Namun para peneliti mengungkapan bahwa seorang individu yang agresif serta mengalami gangguan personality antisosial tak mengalami perkembangan tersebut, sehingga mereka tak memiliki panduan moral.
Pengalaman traumatis serta kurangnya kontak dengan orang dewasa bisa menjadi pemicu yang bisa disalahkan.
Kebohongan Itu OK
Alasan mengapa seseorang menjadi psikopat telah dibahas di sebuah konferensi yang bertajuk "Psychopathy and the Problem of Evil"di Sheffield.
Dr Sean Spence dari Universitas Sheffield, yang mengepalai konferensi, menemukan jika area frontal lobe pada otak akan lebih aktif saat seseorang berbakat bohong dibanding saat mereka berkata jujur. Spence akan melakukan studi pada aktivitas syaraf yang terhubung dengan aktifitas kebohongan.
Dr Spence menuturkan,”Saat kita berbohong, ada bagian dari diri kita yang tak ingin memanipulasi bagian yang lain atau bahkan mengambil keuntungan dari bagian itu. Namun pada individu yang psikopat, aktivitas semacam itu tak dapat kita jumpai sehingga kebohongan adalah hal wajar bagi mereka. bahkan tak ada keraguan untuk saat melakukannya.”
Semua ini juga dipengaruhi orang dewasa yang tak memberikan rasa empati saat mereka masih bocah sehingga individu psikopat tak bisa mempelajari contoh yang kerap diberikan orang dewasa, dan memicu berkembangnya gangguan personality antisocial yang agresif.
“Jika mereka pernah mengalami pelecehan seksual ataupun tindak kekerasan, mereka tak akan pernah berhubungan dengan perasaan empati,” tutur Dr Spence yang menekankan jika 'good parenting' merupakan masalah penting untuk mencegah perkembangan kelainan tersebut.
“Bahkan jika seseorang yang pernah mengalami pelecehan seksual, namun paling tidak mereka pernah menjalin hubungan baik dengan orang dewasa maka trauma tersebut tak membuat mereka berkembang menjadi seorang kriminal.”
Diet dan Olah Tubuh
Diet yang dilakukan saat masa kanak-kanak juga mempengaruhi seorang individu menjadi psikopat.
Konferensi yang dipimpin Professor Adrian Raine, seorang psikolog dari Universitas California menuturkan jika dia melibatkan satu kelompok yang terdiri dari anak-anak berusia tiga tahun yang menjalani program diet, latihan serta menjalani simulasi cognitive dalam penelitiannya.
Pada usia 11 tahun mereka menunjukkan peningkatan aktivitas otak saat menjalani brain scan reading (pembacaan otak) dan di usia 23 tahun sekitar 64% mereka yang tak menjalani program tersebut ternyata memiliki catatan kriminal.
Professor Raine menuturkan,”Ini bukan jenis peluru perak untuk menyelesaikan masalah kriminal dan kekerasan, namun aku rasa ini merupakan salah satu pemicu terjadinya kriminalitas. Perilaku keluarga merupakan bibit seorang individu berkembang untuk melakukan perbuatan kriminal yang kerap terlihat dia awal hidup individu.”
Dr Spence menambahkan bahwa pengaruh alkohol serta narkoba juga memicu kerusakan otak yang menyebabkan perilaku psikopat. Namun ada juga individu yang tak menunjukkan tanda-tanda perilaku psikopat malah melakukan hal yang keji dalam situasi yang tak biasa ataupun diluar kendalinya.
“Di Rwanda sekitar 800 ribu penduduk sipil dibunuh secara keji dalam 100 hari, saat itu hampir setiap orang menyebut pembunuhan merupakan hal yang normal – sebuah pengaruh dari perubahan lingkungan.”
Para ilmuwan menemukan bahwa munculnya kesadaran yang tiba-tiba dapat meningkatkan aktivitas di otak. Intinya lebih banyak membutuhkan usaha untuk berbohong daripada berkata jujur.
Namun seseorang yang memiliki kecenderungan psikopat, berbohong dan berkata jujur sama mudahnya. Saat seorang anak menumbuhkan bakat berbohongnya sekitar usia tiga sampai empat tahun – mereka juga mengembangkan kemampuan untuk berempati.
Namun para peneliti mengungkapan bahwa seorang individu yang agresif serta mengalami gangguan personality antisosial tak mengalami perkembangan tersebut, sehingga mereka tak memiliki panduan moral.
Pengalaman traumatis serta kurangnya kontak dengan orang dewasa bisa menjadi pemicu yang bisa disalahkan.
Kebohongan Itu OK
Alasan mengapa seseorang menjadi psikopat telah dibahas di sebuah konferensi yang bertajuk "Psychopathy and the Problem of Evil"di Sheffield.
Dr Sean Spence dari Universitas Sheffield, yang mengepalai konferensi, menemukan jika area frontal lobe pada otak akan lebih aktif saat seseorang berbakat bohong dibanding saat mereka berkata jujur. Spence akan melakukan studi pada aktivitas syaraf yang terhubung dengan aktifitas kebohongan.
Dr Spence menuturkan,”Saat kita berbohong, ada bagian dari diri kita yang tak ingin memanipulasi bagian yang lain atau bahkan mengambil keuntungan dari bagian itu. Namun pada individu yang psikopat, aktivitas semacam itu tak dapat kita jumpai sehingga kebohongan adalah hal wajar bagi mereka. bahkan tak ada keraguan untuk saat melakukannya.”
Semua ini juga dipengaruhi orang dewasa yang tak memberikan rasa empati saat mereka masih bocah sehingga individu psikopat tak bisa mempelajari contoh yang kerap diberikan orang dewasa, dan memicu berkembangnya gangguan personality antisocial yang agresif.
“Jika mereka pernah mengalami pelecehan seksual ataupun tindak kekerasan, mereka tak akan pernah berhubungan dengan perasaan empati,” tutur Dr Spence yang menekankan jika 'good parenting' merupakan masalah penting untuk mencegah perkembangan kelainan tersebut.
“Bahkan jika seseorang yang pernah mengalami pelecehan seksual, namun paling tidak mereka pernah menjalin hubungan baik dengan orang dewasa maka trauma tersebut tak membuat mereka berkembang menjadi seorang kriminal.”
Diet dan Olah Tubuh
Diet yang dilakukan saat masa kanak-kanak juga mempengaruhi seorang individu menjadi psikopat.
Konferensi yang dipimpin Professor Adrian Raine, seorang psikolog dari Universitas California menuturkan jika dia melibatkan satu kelompok yang terdiri dari anak-anak berusia tiga tahun yang menjalani program diet, latihan serta menjalani simulasi cognitive dalam penelitiannya.
Pada usia 11 tahun mereka menunjukkan peningkatan aktivitas otak saat menjalani brain scan reading (pembacaan otak) dan di usia 23 tahun sekitar 64% mereka yang tak menjalani program tersebut ternyata memiliki catatan kriminal.
Professor Raine menuturkan,”Ini bukan jenis peluru perak untuk menyelesaikan masalah kriminal dan kekerasan, namun aku rasa ini merupakan salah satu pemicu terjadinya kriminalitas. Perilaku keluarga merupakan bibit seorang individu berkembang untuk melakukan perbuatan kriminal yang kerap terlihat dia awal hidup individu.”
Dr Spence menambahkan bahwa pengaruh alkohol serta narkoba juga memicu kerusakan otak yang menyebabkan perilaku psikopat. Namun ada juga individu yang tak menunjukkan tanda-tanda perilaku psikopat malah melakukan hal yang keji dalam situasi yang tak biasa ataupun diluar kendalinya.
“Di Rwanda sekitar 800 ribu penduduk sipil dibunuh secara keji dalam 100 hari, saat itu hampir setiap orang menyebut pembunuhan merupakan hal yang normal – sebuah pengaruh dari perubahan lingkungan.”