Misteri Muasal Air Terjun Darah di Antartika Terpecahkan
Besi, yang dikombinasikan dengan garam, mengubah warna air menjadi merah saat terpapar oksigen.
Liberty Jemadu :
Follow Us
Suara.com - Misteri "air terjun darah" di Dry Valleys, Antartika akhirnya terpecahkan. Para ilmuwan mengatakan air berwarna merah yang keluar dari tebing es di ujung selatan Bumi itu merupakan bagian dari sebuah jaringan air asin bawah tanah yang luas dan dalam.
Dry Valleys, sesuai namanya, adalah tempat terkering di dunia. Nyaris tak ada es di sana, kecuali segelintir gletser dan beberapa danau yang terpencar-pencar. Iklim di sana sangat kering, dingin, dan berangin.
Tetapi meski sangat ekstrem, masih ada kehidupan di Dry Valleys. Salah satunya adalah bakteri yang hidup dalam perairan asin di bawah Gletser Taylor. Bakteri ini adalah aktor di balik warna merah darah air terjun di Dry Valleys.
Saat bakteri-bakteri ini memakan batuan di dalam air, zat besi dilepaskan dari batuan tadi, dan bercampur dengan air asin. Besi, yang dikombinasikan dengan garam, mengubah warna air menjadi merah saat terpapar oksigen di permukaan Bumi.
Air asin itu kemudian mengalir ke Danau Bonney dan membentuk apa yang dikenal sebagai air terjun darah atau Blood Falls.
Baru-baru ini sebuah tim peneliti internasional menggelar penelitian untuk memecahkan misteri air terjun darah. Dalam proses riset itu para peneliti menemukan bahwa sebagian besar bagian bawah permukaan Gletser Taylor dialiri oleh air asin. Jaringan air bawah tanah itu menghubungkan danau-danau yang terpencar.
"Kami mengungkap banyak hal dari Dry Valleys hanya dengan meneliti hal ini,: kata Jill Mikucki, pakar mikrobiologi yang memimpin penelitian itu.
"Air terjun darah tidak saja sebuah anomali, tetapi juga pintu menuju dunia subglasial," jelas dia lagi.
Dalam riset yang hasilnya diterbitkan di jurnal Nature Communications edisi 28 April itu, para peneliti memindai Gletser Taylor menggunakan sensor elektromagnetik. Di angkut menggunakan helikopter, sensor itu bisa mendeteksi perbedaan di lapisan Gletser Taylor hingga ke dalaman 300 meter.
Mereka menemukan bahwa air di bawah Taylor Valle membentang sejauh 12 km. Air itu dua kali lebih asin dari air laut. Lapisan air itu, berdasarkan hasil sensor, diperkirakan sedalam 5 km.
"Studi ini menunjukkan bahwa air terjun darah bukan segelintir air yang menyembur (dari permukaan Bumi). Ini mungkin mewakili sebuah jaringan hidrologi yang lebih besar," kata Mikucki.
Menurut para ilmuwan air di bawah permukaan Gletser Valley bisa menjadi sangat asin karena dua hal. Pertama itu adalah bekas danau besar yang airnya menjadi asin seiring proses pembekuan dan penguapan dalam waktu lama. Kedua, lembah itu pernah dibanjiri air laut yang meninggalkan sisa-sisa air ketika gelombang banjir itu mundur kembali ke lautan.
Para ilmuwan juga tertarik dengan temuan di Dry Valleys karena lingkungannya sangat mirip dengan Mars. Air asin dalam tanah diduga pernah ada di Mars, saat planet itu berubah dari planet yang mempunyai lautan menjadi dunia yang kering kerontang. (Live Science)
Dry Valleys, sesuai namanya, adalah tempat terkering di dunia. Nyaris tak ada es di sana, kecuali segelintir gletser dan beberapa danau yang terpencar-pencar. Iklim di sana sangat kering, dingin, dan berangin.
Tetapi meski sangat ekstrem, masih ada kehidupan di Dry Valleys. Salah satunya adalah bakteri yang hidup dalam perairan asin di bawah Gletser Taylor. Bakteri ini adalah aktor di balik warna merah darah air terjun di Dry Valleys.
Saat bakteri-bakteri ini memakan batuan di dalam air, zat besi dilepaskan dari batuan tadi, dan bercampur dengan air asin. Besi, yang dikombinasikan dengan garam, mengubah warna air menjadi merah saat terpapar oksigen di permukaan Bumi.
Air asin itu kemudian mengalir ke Danau Bonney dan membentuk apa yang dikenal sebagai air terjun darah atau Blood Falls.
Baru-baru ini sebuah tim peneliti internasional menggelar penelitian untuk memecahkan misteri air terjun darah. Dalam proses riset itu para peneliti menemukan bahwa sebagian besar bagian bawah permukaan Gletser Taylor dialiri oleh air asin. Jaringan air bawah tanah itu menghubungkan danau-danau yang terpencar.
"Kami mengungkap banyak hal dari Dry Valleys hanya dengan meneliti hal ini,: kata Jill Mikucki, pakar mikrobiologi yang memimpin penelitian itu.
"Air terjun darah tidak saja sebuah anomali, tetapi juga pintu menuju dunia subglasial," jelas dia lagi.
Dalam riset yang hasilnya diterbitkan di jurnal Nature Communications edisi 28 April itu, para peneliti memindai Gletser Taylor menggunakan sensor elektromagnetik. Di angkut menggunakan helikopter, sensor itu bisa mendeteksi perbedaan di lapisan Gletser Taylor hingga ke dalaman 300 meter.
Mereka menemukan bahwa air di bawah Taylor Valle membentang sejauh 12 km. Air itu dua kali lebih asin dari air laut. Lapisan air itu, berdasarkan hasil sensor, diperkirakan sedalam 5 km.
"Studi ini menunjukkan bahwa air terjun darah bukan segelintir air yang menyembur (dari permukaan Bumi). Ini mungkin mewakili sebuah jaringan hidrologi yang lebih besar," kata Mikucki.
Menurut para ilmuwan air di bawah permukaan Gletser Valley bisa menjadi sangat asin karena dua hal. Pertama itu adalah bekas danau besar yang airnya menjadi asin seiring proses pembekuan dan penguapan dalam waktu lama. Kedua, lembah itu pernah dibanjiri air laut yang meninggalkan sisa-sisa air ketika gelombang banjir itu mundur kembali ke lautan.
Para ilmuwan juga tertarik dengan temuan di Dry Valleys karena lingkungannya sangat mirip dengan Mars. Air asin dalam tanah diduga pernah ada di Mars, saat planet itu berubah dari planet yang mempunyai lautan menjadi dunia yang kering kerontang. (Live Science)
http://www.suara.com/tekno/2015/05/01/072427/misteri-muasal-air-terjun-darah-di-antartika-terpecahkan