Minggu, 08 Mei 2016

PEKERJA DHAMMA



PEKERJA DHAMMA
“Na tavata dhammadharo, yavata bahu bhasati,
Yo ca appampi sutvana, dhammam kayena passati,
Sa ve dhammadharo hoti, yo dhammam nappamajjati.”
Bukan karena banyak berbicara, seseorang dianggap sebagai pakar Dhamma, orang yang walaupun baru menerti sedikit, tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya, maka, ia lebih petut disebut sebagai orang yang menegtahui Dhamma.
(Dhammapada, Dhammattha Vagga : 259)

      Bertepatan dengan hari buruh internasional, sebagian kalangan memperingati perjuangan kelas pekerja untuk meraih kemerdekaan ekonomi politis hak-hak industrial. Tidak terkecuali di Indonesia, hari buruh juga ditetapkan menjadi hari libur nasional yang biasanya diwarnai dengan unjuk rasa. Serikat pekerja berusaha menyampaikan aspirasi fundamental kepada pemerintah dan pemilik perusahaan. Dalam konteks agama Buddha, setiap individu diharapkan selalu berjuang dalam  Dhamma (hukum kebenaran). Siapa pun yang menegakkan Dhamma dalam keseharian, ia dikatakan memiliki gairah dalam Dhamma meski bukan pemeluk agama Buddha. Selain bhikkhu dan bhikkhuni, komunitas buddhis menjadi utuh berkat adanya upasaka dan upasika yang memilih jalan hidup sebagai perumah tangga dan atau menjalani penghidupan umat awam Kedua kelompok ini juga termasuk dalam golongan pekerja Dhamma.

      Secara leksikal, upasaka/sika terhubung dengan kata upasati (duduk dekat) dan upasana (mengikuti). Buddha berkata bahwa untuk menjadi pengikut (umat) Buddha , Dhamma dan Sangha. Tiga objek perlindungan ini disebut Tiratana (Tiga Permata). Berlndung kepada Tiratana bukanlah sekedar memiliki altar dengan patung Buddha yang indah sembari melafalkan paritta suci. Bukan pula membungkuk, merangkapkan kedua tangan, ataupun meletakkan lilin, dupa, dan bunga di tempat pemujaan. Walaupun sudah tentu, segala upaya tersebut adalah suatu hal yang sangat baik dan amat membantu dalam meningkatkan keyakinan. Tetapi sesungguhnya, siapapun yang sempurna menempuh jalan Dhamma, maka ia telah memberikan penghormatan dan pemujaan tertinggi kepada Guru Agung Buddha, sebagaimana pesan yang disampaikan sesaat sebelum beliau mangkat. 

      Bekerja dalam Dhamma berarti harus siap dan berani mengubah cara berpikir sesuai dengan kenyataan yang ada. Tatkala kehidupan berjalan dengan seperti apa yang diharapkan, tentu hal ini mudah diterima. Namun, seringkali realitas yang dihadapi tidak sesuai dengan keinginan pribadi. Apabila umat Buddha mampu melihat kenyataan secara terus terang dan apa adanya, maka ia akan tumbuh menjadi sosok dewasa dan bijaksana. Itulah cara berpikir Buddhistis bai para pekerja Dhamma. Ada sepuluh kualitas yang hendaknya dimiliki oleh seorang pekerja Dhamma (upasaka/upasika) seperti yang tercatat dalam Milinda Panha, yakni :

1.       Berperan sebagai penyokong Sangha, baik dalam suka maupun dukkha
2.       Menjadikan Dhamma sebagai pedoman hidupnya
3.       Senang berbagi sesuai dengan kemampuannya.
4.       Berjuang mengmbangkan Buddhisme apabila mengalami kemunduran
5.       Memiliki pandangan benar
6.       Setelah terbebas dari ritual / acara tertentu, enggan mencari guru lain bahkan dalam keadaan apapun.
7.       Menjaga perbuatan jasmani dan ucapannya.
8.       Bergembira dalam persatuan dan keharmonisan
9.       Bukan seorang yang iri hati
10.   Berada dalam sasana (ajaran) menjadi upasaka/sika bukan karena kepura-puraan.

      Lebih lanjut, pekerja Dhamma juga diharapkan sellau menuntun diri dalam 5 pelatihan kemoralan (Pancasila Buddhis). Praktik moral ini sangat minimalis. Buddha mengharapkan aspirasi intelektual dan spiritual yang lebih dalam bentuk kemurahan hati, toleransi, menjaga persatuan dan kerukunan, melakukan pekerjaan yang baik, memiliki integritas dalam menjalankan bisnis, menjadi sahabat sejati bagi orang lain, mengunjungi dan menghibur yag sakit, memelihara kepedulian sosial dan lingkungan, mengembangkan kewaspadaan, melaksanakan pemurnian batin dari waktu ke waktu, singkatnya melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan secara dalam dan luas. Bukan dengan demonstrasi, bukan pula dengan kerusuhan, apalagi sampai mengarah pada tindakan anarki. Pekerja Dhamma berjuang dengan landasan kebajikan demi mencapai tujuan dan cita-citanya. Tanpa adanay keuletan, kesabaran, ketulusan, dan kesemimbangan batin, tidaklah mungkin terbebas dari jeratan Mara. Pembebasan sejati, padamnya nafsu keinginan, atau berakhirnya penderitaan adalah tujuan utama bekerja dalam Dhamma.

Ceramah Dhamma : oleh Bhikkhu Ratanadhiro tanggal 1 Mei 2016-05-09
Sumber : Berita Dhammacakka No. 1138
loading...

Artikel Terkait

Posting Terbaru