Peran ganda yg kujalani, menciptakan energiku memang terkuras. Suatu hri saat saya pulang kerja saya merasa teramat lelah, sesudah bekerja sepanjang hri. Cuma sekilas saya memeluk & mencium anakku, saya serentak masuk ke kamar tidur, & melewatkan makan tengah malam. Tetapi, saat saya merebahkan tubuh ke ruangan tidur dgn tujuan utk tidur sejenak menghilangkan kepenatan, tiba-tiba saya merasa ada sesuatu yg pecah & tumpah seperti cairan hangat! Saya membuka selimut danâ?¦.. di sanalah sumber “masalah”nya â?¦ suatu mangkuk yg pecah bersama mie instan yg berantakan di seprai & selimut!
Ohâ?¦Tuhan! Saya demikian geram, saya membawa gantungan baju, & segera menghujani anakku yg sedang gembira main-main bersama mainannya, bersama pukulan-pukulan! Beliau cuma menangis, sedikitpun tak meminta belas kasihan, dirinya cuma berikan penjelasan singkat : “Ayah, tadi saya merasa lapar & tiada lagi sisa nasi. Namun ayah belum pulang, menjadi saya mau memasak mie instan. Saya ingat, ayah sempat menyampaikan buat tak menyentuh atau memakai kompor gas tidak dengan ada orang dewasa di kira kira, sehingga saya menyalakan mesin air minum ini & memakai air panas buat memasak mie. Satu buat ayah & yg satu lagi utk aku . Lantaran saya takut mie”nya bakal jadi dingin, menjadi saya menyimpannya di bawah selimut biar terus hangat hingga ayah pulang. Namun saya lupa utk mengingatkan ayah lantaran saya sedang main-main bersama mainanku, saya minta maaf,ayah â?¦ ”
Seketika, air mata mulai sejak mengalir di pipiku, namun, saya tak mau anakku menonton ayahnya menangis sehingga saya berlari ke kamar mandi & menangis bersama menyalakan shower di kamar mandi buat menutupi nada tangisku. Sesudah sekian banyak lama, saya hampiri anakku, kupeluknya dgn erat & memberikan obat kepadanya atas luka secon pukulan dipantatnya, dulu saya membujuknya buat tidur. Seterusnya saya membersihkan kotoran tumpahan mie di ruangan tidur. Diwaktu semuanya telah selesai & melalui tengah tengah malam, saya melintasi kamar anakku, & menonton anakku tetap menangis, bukan lantaran rasa sakit di pantatnya, tetapi sebab dirinya sedang menonton poto ibu yg dikasihinya.
Satu thn berlalu sejak kejadian itu, saya cobalah, dalam musim ini, buat memusatkan perhatian bersama memberinya kasih sayang seseorang ayah & pula kasih sayang seseorang ibu, juga memperhatikan seluruhnya kebutuhannya. Tidak Dengan terasa, anakku telah berusia tujuh thn, & bakal lulus dari Taman Kanak-kanak. Untungnya, insiden yg berjalan tak meninggalkan kenangan tidak baik di musim kecilnya & beliau telah tumbuh dewasa bersama bahagia. Tetapi, belum lama, saya telah memukul anakku lagi, aku memang menyesal. Guru Taman Kanak-kanaknya memanggilku & memberitahukan bahwa anak aku absen dari sekolah. Saya pulang kerumah lebih awal dari kantor, saya menginginkan ia dapat menuturkan. Namun dia ga ada dirumah, saya berangkat mencari disekitar rumah kami, memangil-manggil namanya & hasilnya menemukan ia di suatu toko fasilitas catat, sedang main computer game bersama gembira. Saya geram, membawanya pulang & menghujaninya bersama pukulan-pukulan. Beliau diam saja dulu menyampaikan, “Aku minta maaf, ayah”.
Selang sekian banyak lama saya selidiki, nyata-nyatanya dia absen dari program “pertunjukan bakat” yg diadakan oleh sekolah, sebab yang diundang merupakan peserta didik dgn ibunya. & itulah argumen ketidakhadirannya lantaran beliau tak punyai ibu.
Sekian Banyak hri sesudah penghukuman dgn pukulan rotan, anakku pulang ke rumah memberitahuku, bahwa disekolahnya mulai sejak diajarkan kiat membaca & posting. Sejak ketika itu, anakku lebih tidak sedikit mengurung diri di kamarnya utk berlatih posting,saya percaya , seandainya istriku tetap ada & melihatnya dirinya bakal merasa bangga, pasti saja dirinya menciptakan aku bangga pula!
Dikala berlalu bersama demikian segera, satu thn sudah melalui. Namun astaga, anakku menciptakan masalah lagi. Diwaktu saya sedang menyelasaikan tugas di hari-hari terakhir kerja, tiba-tiba kantor pos menelpon. Sebab pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang pos pula sedang sibuk-sibuknya, suasana hati mereka pula menjadi kurang bagus.
Mereka menelponku dgn marah-marah, utk memberitahu bahwa anakku sudah mengirim sekian banyak surat tidak dengan alamat. Walau saya telah berjanji buat tak sempat memukul anakku lagi, tapi saya tak sanggup menahan diri utk tak memukulnya lagi, dikarenakan saya merasa bahwa anak ini telah memang melampaui batas. Tetapi sekali lagi, seperti pada awal mulanya, dirinya meminta maaf : “Maaf, ayah”. tak ada penambahan satu kata pula buat memaparkan alasannya laksanakan itu. Sesudah itu aku bertolak ke kantor pos buat membawa surat-surat tidak dengan alamat tersebut dulu pulang. Sesampai di rumah, bersama beram saya mendorong anakku ke sisi mempertanyakan kepadanya, aksi konyol lebih-lebih ini? Apa yg ada dikepalanya? Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, ialah : “Surat-surat itu buat ibuâ?¦..”. Tiba-tiba mataku berkaca-kaca. â?¦. namun saya coba mengendalikan emosi & konsisten tanya kepadanya : “Tapi mengapa anda memposkan demikian tidak sedikit surat-surat, kepada ketika yang sama?” Jawaban anakku itu : “Aku sudah posting surat untuk ibu buat kala yg lama, tetapi tiap-tiap kali saya ingin menjangkau kotak pos itu, terlampaui tinggi bagiku, maka saya tak bisa memposkan surat-suratku. Namun baru-baru ini, kala saya kembali ke kotak pos, saya dapat mencapai kotak itu & saya mengirimkannya sekaligus”. Sesudah mendengar penjelasannya ini, saya kehilangan kata-kata, saya bingung, tak tahu apa yg mesti saya melaksanakan, & apa yg mesti saya katakan.
Saya bilang terhadap anakku, “Nak, ibu telah berada di surga, menjadi utk kemudian, seandainya anda hendak menuliskan sesuatu buat ibu, lumayan dgn membakar surat tersebut sehingga surat bakal hingga terhadap mommy. Sesudah mendengar perihal ini, anakku menjadi lebih slow, & serentak selanjutnya, dia mampu tidur bersama nyenyak. Saya berjanji dapat membakar surat-surat atas namanya, menjadi aku mengambil surat-surat tersebut ke luar, tapiâ?¦. saya menjadi penasaran buat tak mengakses surat tersebut sebelum mereka beralih jadi abu. & salah satu dari isikan surat-suratnya menciptakan hati aku hancur “ibu sayang”, Saya amat merindukanmu! Hri ini, ada suatu program “Pertunjukan Bakat” di sekolah, & mengundang seluruh ibu utk hadir di pertunjukan tersebut. Tetapi anda tak ada, menjadi saya tidak akan menghadirinya serta. Saya tak memberitahu ayah berkaitan elemen ini sebab saya takut ayah dapat sejak mulai menangis & merindukanmu lagi.
Ketika itu utk menyembunyikan kesedihan, saya duduk di depan pc & sejak mulai main game di salah satu toko. Ayah keliling-keliling mencariku, sesudah menemukanku ayah beram, & saya cuma dapat diam, ayah memukul saya, tapi saya tak menceritakan argumen yg sebenarnya. Ibu, tiap-tiap hri saya menonton ayah merindukanmu, tiap-tiap kali ia teringat padamu, dirinya demikian sedih & tidak jarang bersembunyi & menangis di kamarnya. Saya pikir kita berdua amat merindukanmu. Terlampaui berat buat kita berdua. Tetapi bu, saya mulai sejak melupakan wajahmu. Bisakah ibu muncul dalam mimpiku maka saya akan menonton wajahmu & ingat anda? Temanku bilang jikalau kau tertidur bersama poto orang yg anda rindukan, sehingga anda bakal menyaksikan orang tersebut dalam mimpimu. Tetapi ibu, kenapa engkau tidak sempat muncul ?
Sesudah membaca surat itu, tangisku tak dapat mogok sebab saya tak sempat sanggup menukar kesenjangan yg tidak bakal digantikan semenjak ditinggalkan oleh istriku
Note : Utk para suami & cowok, yg sudah dianugerahi satu orang istri/pasangan yg baik, yg penuh kasih pada anak-anakmu senantiasa berterima-kasihlah tiap-tiap hri kepada istrimu. Beliau sudah rela menghabiskan sisa umurnya utk menemani hidupmu, membantumu, mendukungmu, memanjakanmu & senantiasa setia menunggumu, menjaga & menyayangi dirimu & anak-anakmu.
Hargailah keberadaannya, kasihilah & cintailah beliau sepanjang hidupmu dgn segala kekurangan & kelebihannya, sebab seandainya engkau sudah kehilangan ia, tak ada emas permata, intan berlian yg sanggup menggantikannya.